“Hal ini dimungkinkan terjadi di negeri ini, karena terjalinnya ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan antar sesama anak bangsa) yang kuat dan mantap,” demikian pesan yang disampaikan Khatib Salat Idul Fitri 1436H tingkat Kenegaraan di Masjid Istiqlal yang disampaikan oleh Katib ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH A. Malik Madaniy, Jakarta, Jumat (17/07).
Salat Idul Fitri 1436 H tingkat Kenegaraan ini dimulai tepat pukul 07.05 WIB. Sebagai imam Salat adalah Ust. Hasanuddin Sinaga. Salat Id di Istiqlal ini diikuti oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta ibu, Menag Lukman Hakim Saifuddin bersama jajaran menteri Kabinet Kerja, Ketua MPR, Ketua DPR, pimpinan lembaga negara, perwakilan duta besar negara sahabat, pejabat eselon I dan II Kemenag, serta ribuan umat Muslim ibu kota.
“Hal ini berbeda dengan kenyataan yang memprihatinkan yang sedang dialami muslimin dan muslimat di Timur Tengah dan Afrika yang tercabik-cabik oleh teror, pemberontakan dan perang saudar,” tambahnya.
Mengangkat tema “Idul Fitri dan Semangat Ukhuwah Wathaniyah, Malik Madany mengatakan bahwa Indonesia patut bersyukur karena memiliki pengalaman sejarah panjang tentang jalinan persaudaraan sebangsa sehingga semakin memantapkan warga bangsa bahwa dengan menjalin ukhuwwah wathaniyah, negeri ini akan terjaga eksistensinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan gejolak, baik dari dalam maupun luar.
Menurut Malik Madany, bangsa ini tumbuh dan kembang dalam kesadaran akan kemajemukan dirinya, dari sisi etnis, suku, bahasa, budaya, dan agama. Bangsa ini juga sadar bahwa kemajemukan itu sangat potensial menimbulkan kerawanan jika tidak dikelola dengan baik, arif, dan bijaksana. “Alhamdulillah, melalui teladan yang diberikam founding fathers dan pemimpin bangsa, kemajemukan itu telah berhasil dikelola menjadi sumber kekuatan dan kekayaan negeri ini,” terangnya.
“Slogan Bhinneka Tunggal Ika, insya Allah tidak hanya nyaring dikumandangkan dalam berbagai wacana, tapi terhunjam dalam penghayatan anak bangsa yang tercermin pada sikap, pemikiran, dan perilaku mereka,” harapnya.
Malik Madani menambahkan bahwa terwujudnya ukhuwwah wathaniyyah yang mantap dalam kehidupan berbangsa merupakan nikmat Allah yang tak ternilai sehingga wajib dijaga dan dilestarikan seluruh elemen bangsa. Banyak hal yang harus dilakukan, antata lain menurut dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini adalah dengan mengembangkan semangat moderasi dan toleransi.
“Dengan semangat moderasi dan toleransi, tidak ada peluang bagi radikalisme keagamaan untuk mengusik ketenangan hidup umat beragama di negeri ini,” jelasnya.
“Perbedaan paham internal umat beragama dan perbedaan pilihan amtar umat beragama yang berbeda agama wajib disikapi dengan proporsional,” tandasnya.
Malik Madany berpesan agar perbedaan paham dan aliran di kalangan umat Islam tidak disikapi dengan gegabah dalam menjatuhkan vonis sesat dan kafir atau tadhlil dan takfir. Sebaliknua, perbedaan menurut Malik harus disikapi dengan prinsip relativisme internal sebagaimana diajarkan Imam Syafii:
“Ra’yuna shawaabun yahtamilul khatha’, wa ra’yu ghairina khatha’un yahtamilush-shawaabi…. pendapat kami adalah benar yang mengandung kemungkinan salah. Sedangkan pendapat orang selain kami adalah salah yang mengandung kemungkinan benar,” tuturnya. (mkd/mkd)
Sumber : http://www.kemenag.go.id
bismillah
BalasHapus