Delapan tahun silam telah kembali ke pangkuan Sang Pencipta seorang
intelektual-ulama-birokrat, Prof. Dr. Qadri Azizy (QA). Sektama Kementerian
Koordinator Kesejahteraan itu dilepas dengan ikhlas oleh keluarga, kolega,
sahabat, dan kadernya. Proses pemakaman menyedot perhatian jamaah di -Pemakaman
Umum Desa Bulak Rowosari-(red) Weleri Kendal Jawa Tengah. Semuanya melepasnya,
amal salihnya tetap mengikutinya.
Sejatinya
beliau adalah tokoh brilian Kementerian Agama. Sebelum bertugas di Kemenko Kesra
Prof QA adalah Direktur Jenderal Pendidikan Islam dan kemudian Inspektur
Jenderal pada Kementerian Agama. Latarbelakang pendidikan fundamentalnya
ditempuh di berbagai madrasah dan pesantren di Mranggen Semarang. Pendidikan
tingginya dimulai di UIN Semarang -dulu masih IAIN Walisongo Semarang-(red) dan
berakhir dengan gelar doktor di Chicago University USA. Konsentrasi kajiannya
adalah hukum Islam.
Sebelum berkiprah
di kantor pusat Kementerian Agama beliau adalah Rektor UIN Semarang. Banyak
kader muda menyaksikan bagaimana briliansi seorang QA dalam memajukan studi
Islam interdisipliner. Beliau menyalakan api kajian Islam kritis berbasis
khazanah klasik. Setiap orang yang bergumul dan bergaul bersama beliau selalu
punya kesan positif.
Adalah QA
salah seorang tokoh penting di balik International Conference of Islamic
Studies (IICIS). Kepeduliannya untuk mempertarungkan perspektif kajian Islam
dalam medan kajian ilmiah modern bersama-sama dengan disiplin keilmuan lainnya.
Walau Islam sebagai agama sudah given, tetapi usaha kajian terhadapnya tidaklah
semestinya terkungkung pada pandangan dogmatik. Wilayah kritisme terbentang
antara Islam sebagai agama wahyu dan pemikiran kaum muslimin yang tak pernah
henti memahami pesan substantif agama rahmatan lil 'alamin itu. Pemikiran Islam
interdisipliner tidak lain untuk membuktikan superiritas ajaran Islam itu.
Tuan rumah
asli IICIS adalah Program Paska Sarjana (PPS) pada sejumlah IAIN. Selama kurang
lebih tiga perhelatan IICIS, arahnya lebih pada penguatan internal PPS. Sejak
saat itu muncul rintisan program pengembangan akademik baru seperti pertukaran
dosen, pertukuran penerbitan, dan kerjasama internasional. Setahap demi setahap
PPS pada IAIN memperlihatkan mutu dan keunggulannya sehingga kompetitif dalam
perumulan keilmuan di pentas umum. IICIS pun kini menjadi muktamar kajian Islam
bagi semua dosen, peneliti, pemerhati, dan pendukung kajian Islam di lembaga
manapun.
Misi ini
sangat kuat tertanam dalam diri QA sehingga mewarnai kebijakan dan gerakan
beliau ketika menduduki posisi Dirjen Pendidikan Islam. Konfidensinya luar
biasa sehingga berobesesi untuk mewujudkan kesejajaran kompetitif birokrat
Kementerian Agama bersama-sama dengan jajaran birokrasi manapun. Beliau dengan
sadar meletakkan dasar kebijakan seperti ini dalam prinsip management of
change. Beliau seperti menyingsingkan lengan baju untuk mengakhiri diskriminasi
atas anggaran pendidikan Islam.
QA pasti
tidak sendirian dan tentu bukan orang pertama atau orang terakhir dalam membela
ekselensi pendidikan Islam. Tapi saya menyaksikan QA jelas bagian autentik dari
gerakan itu. Mudah-mudahan Allah mengampuni segala dosa, salah dan khilafnya,
menerima segala amal ibadahnya, dan menempatkannya di surga-Nya. Para kolega
dan generasi berikutnya semoga bisa mengikuti jejak amal salihnya
bimardlatillah. Wallahu a'lam bish-shawab. (K. Badruzzaman)
Sumber tulisan : FB Abdul Rouf Mahfudz
Sumber Foto :http://www.suaramerdeka.com