Pementasan Drama bertajuk "Qois Laila" turut semarakkan HUT ke 11 Madrasah Aliyah Darussa'adah Rowosari Kendal pada Rabu (4/5) di halaman MA Darussa'adah Rowosari Kendal. Tim solid kerja bareng OSIS MA Darussa'adah dan Gerakan Pramuka Ambalan As Syafi'i - Robi'ah Adawiyah begitu memukau ratusan pengunjung yang hadir.
Seperti diketahui, HUT MA Darussa'adah Rowosari Kendal ditetapkan setiap tanggal 2 Mei. Sudah menjadi rutinitas tahuan untuk menyambut momentum bersejarah ini, OSIS didapuk menjadi panitia penyelenggara. Pentas Seni (Pensi) menjadi kegiatan favorit selain lomba antar kelas, Cerdas Cermat, dan menghias tumpeng. Kisah Qois Laila dipilih panitia untuk dipentaskan dalam memeriahkan HUT 11 ini.
Diawali kisah Sayyid Omri dan Istrinya, pemuka Kabilah Omriyah yang lama tak berketurunan. Dengan ketulusan doa'nya sehingga dikarunia putra tampan dan cerdas bernama Qois Al Mulawwah. Peran ini begitu lincah dimainkan Ahmad Khuzali dan Siti Afifah yang keduanya duduk di kelas XI.
Qois kecil diasuh dengan penuh kasih sayang, kecerdasan di bidang seni, membuat syair, dan seni berkuda semua ditampilkan dalam drama ini. Dalam perannya, Qois yang dimainkan Ali Asa kelas XI sangat ekpressif memainkan Mandolin Oud Mesir. Kemeriahan semakin pecah ketika Qois memerankan kelihaiannya dalam berkuda diiringi 6 penari kuda lumping. Sorak sorai pengunjung pun nyaris tak terelakkan.
Sampai pada cerita pertemuan Qois dan Laila di sebuah pesantren, Nur Afif kelas X yang berperan sebagai seorang Syech tampak menikmati perannya. "Afif ini kalau berjubah kayak Syech beneran ya," celetuk seorang pengunjung yang juga guru di MA Darussa'adah.
Kehadiran Qois, disambut Laila. Tak dinyana ternyata Laila juga memiliki perasaan sama. Sama ingin memiliki dan dimiliki. Laila yang diperankan Itta Faradillah kelas XI pun mengundang teriakan pengunjung. Kelihaiannya memainkan koreo lagu Oh May Darling bersama 6 penari lainnnya membuat para lakon drama semakin bersemangat.
Sayangnya, jalinan asmara mereka tak disetujui orang tua Laila. Ayah Laila dimainkan Agi Digus kelas X, dan ibu Laila diperankan Putri Utami Sari kelas XI. Hingga Laila harus diboyong dari pesantren untuk pulang ke Nejd. tentu ini membuat duka mendalam bagi Qois.
Tak henti-hentina Qois mencari Laila, menaiki gunung, menapaki jurang, membelah panasnya gurun, dengan memanggil-manggil nama Laila. Hingga badannya tak terurus, rambut memanjang tak beraturan layaknya orang gila. Hingga orang memanggilnya MAJNUN. Begitu juga Laila yang sehari-hari menulis surat untuk Qois dan dilemparkan ke udara. Barang kali angin ada yang mau mengantarkan suratnya pada Qois.
Paksaan orang tua Laila untuk pulang ke Nejd ternyata ada rencana tersembunyi, dirinya bermaksud menjodohkan laila dengan Ibnu Salam, pria terhormat di jazirah Arab. Walaupun dengan penolakan tajam, Laila tetap tidak berdaya dan harus menuruti titah ayahandanya.
Pernikahan meriah pun berlangsung. Supri Samiun kelas X berhasil memerankan dirinya sebagai modin. Termasuk pemera Ibnu Salam yang begitu fasih melafadzkan kata "sah....".
Kemeriahan pesta didukung dengan pementarsan tari koreografi lagu Barokalloh dari Maher Zen. Sorak sorai terus menyeruak saat para penari naik panggung. "Ternyata anak-anak pinter nari juga ya," kata Ibu Isfaiyah, salah seorang guru dengan penuh takjub.
Juga penampilan tari tradisional Cublak-cublak suweng hasil besutan Ibu Fitrotul Jannah, salah satu guru keterampilan di MA Darussa'adah. Dari 7 penari, semua berasal dari kelas X.
namun pernikahnanya dengan Ibnu Salam menambah beban luka begitu mendalam bagi Laila. Pun juga dengan Ibnu Salam yang nyaris tak sempat menyentuh Laila. Duka ini mengakibatkan sakit berlarut dan akhirnya Ibnu Salam meninggal Dunia.
Sementara Qois maih mengembara di hutan dan tinggal di puing-puing reruntuhan bangunan tua. Ia tidak tahu kalau Laila kekasihnya telah menikah dengan Ibnu Salam. Naufal teman karibnya memberi tahu perihal pernikahan kekasihnya itu. Namun Qois tidak percaya. Karena dirinya yakin, Cinta Laila hanya untuk Qois.
Pecarian cinta Qois pada Laila tanpa henti. Ia terus berjalan menuju Nejd untuk bertemu kekasihnya Laila walau sesaat. Kesedihan Qois semakin larut ketika lagu Sukaro mengiringi langkah Qois yang terseret. Didukung oleh 6 penari yang memerankan tarian duka Qois.
Pun juga Laila yang menanggung duka mendalam. Ia menangis sekuatnya, memanggil Qois kekasihnya, dan memutuskan bertemu cintanya di akhirat kelak. Kematian Laila membawa duka bagi keluarga Nejd. Cucuran air mata keluarg Nedj, dan semua karib Laila turur menyertai pemakamannya.
Akhirnya, pencarian Qois al Majnun harus berakhir di pusara Laila. Ia menangis sekuatnya hingga meninggal Dunia di atas pusara Laila. "Aduh... sedih sekali", tutur seorang pengunjung dengan sorot mata berkaca-kaca.
Melihat pementasan siswa-siswi MA Darussa'adah mengundang respon para pengunjung. "Ternyata anak-anak punya bakat dalam seni pentas. Bakat ini ke depan terus dibina untuk dikembangkan. Kekompakan menjadi kunci utama dalam seni pementasan tim seperti drama ini," terang Ibu Siti Umnah, guru Bahasa Indonesia.
Juga Ibu Fitrotul Jannah, "Bagus sekali, rasanya ingin terus menyimak lagi kalau durasinya lebih panjang lagi,".
Kesuksesan pementasan ini tak luput dari rangkaian persiapan OSIS sebagai panitia penyelenggara HUT 11 MA Darussa'adah setelah mendapat restu dari Kepala Madrasah Moh. Musta'in. Juga para lakon yang gigih berlatih sepulang sekolah. Jajaran guru pendamping yang senantiasa meluangkan waktu ikut berperan dalam kesuksesan pentas ini. Apalagi saat jelang naik panggung, hampir semua guru MA, dan MTs Darussa'adah berperan aktif mengawal aksi panggung anak didik mereka. Mulai persiapan kostum, peminjaman property, dan juga tata make up. "Kami sangat berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu suksesnya kegiatan ini," tutur ketua OSIS Ali Asa dalam sambutannya.
Bismillah...
BalasHapus